Saya akui—sebagai broadcaster—nama saya belum “mendunia” seperti senior-senior : Meuthia Kasim, Ida Arimurti, Iwan Haryono, Erwin Parengkuan, ETC (baca : Eh Tony Capek!). Dan nama saya masih belum seberapa tersohor dibanding rekan “seperjuangan” yang dulu sempat berkibar dengan format duo mereka di radio : Angga & Irfan-nya Prambors Jakarta, Farhan & Indy-nya Hard Rock FM Jakarta, Daddo Parus-nya Radio One Jakarta atau juga Ferdy Hasan yang tampangnya ada dimana-mana.
Sekilas tentang saya, dumulai waktu pertama kali jadi part time announcer Radio Nebula FM Palu (1990), yang saat itu saya baru duduk dibangku SMA (ups, sekarang khan SMU?). Selama tiga tahun itu saya menjalani proses awal sebagai penyiar. Tanpa melalui pendidikan kepenyiaran standar, saya “dicemplungkan” seolah-olah telah pintar “berenang”. Tehnik microphone, penulisan skrip atau senam announcer masih asing buat saya saat itu. Saya Cuma diajarkan pengetahuan tentang fader mana yang harus dinaik / turunkan berdasarkan channel ketiga tape dimixer ruang siaran. That’s all!
Tokoh yang mengospek saya waktu itu adalah Ichsan Loulembah yang sekarang di Trijaya Jakarta dan telah merangkap anggota DPR Sulawesi Tengah. Dulu tampangnya sering muncul di Q Channel bersama Kafi Kurnia melalui tv kabel dikamar kost saya di Surabaya. Bravo, chan!
Saya nggak mengharapkan bakal kaya di radio. Tapi saya bisa kaya dari radio!
Karena telah mengenal asyiknya berkreasi di dunia radio dan telah merasakan honor pemula yang waktu itu senilai Rp. 150.000, saya mulai lupa dengan kewajiban sebagai seorang pelajar putih abu-abu. Bagaimana bisa konsen di sekolah kalau saya cuma mengurusi radio, radio & radio!
Salah satu karya saya yang membanggakan saat itu, saya berhasil memindahkan konsep kuis televisi menjadi kuis radio. Terinspirasi dari acara Gita Remaja-nya Tantowi Yahya di TVRI, saya mengundang tiga peserta untuk berpartisipasi (live!) dengan fasilitas seadanya. Mereka ditempati didepan ruang siaran (seolah-olah seperti studio 2 sebuah stasiun TV) dilengkapi tiga microphone dan sebuah monitor yang selalu berbunyi “ngiiiing!!!” karena feedback disaat babak tebak lagu.
Saya tau itu plagiator! Tapi saya yakin tante Ani Sumadi sang kreator kuis itu akan excuse (atau mungkin kaget?) karena saya diusia 16 tahun kepikiran memindahkan konsep kuis televisi ke dalam bentuk kuis radio secara live.
Bersatu kita team work… Bercerai kita bad work!!
Setamat SMU (1993) saya vakum setahun dari dunia radio karena mengikuti pendidikan non formal di Bandung Disc Jockey School. Dan setahun kemudian saya diterima sebagai announcer di radio EBSFM Surabaya. Sebagai penyiar “udik” saya tak berhenti untuk belajar, belajar dan belajar menjadi broadcaster yang baik. Beruntunglah saya berkesempatan mengikuti diklat announcing hasil gawe PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia) Jatim ditahun 1994. Nah, disaat itulah saya makin melek dengan ilmu kepenyiaran yang diajarkan bang Andi Rustam (kakaknya Fariz RM) & mbak Pingkan Warouw, yang dulu namanya sering muncul di Anteve selaku produser.
Bayangkan, betapa paniknya saya menghadapi tahap-tahap wajib menjadi penyiar radio profesional dalam acara diklat itu, mengingat selama ini saya hanya belajar siaran otodidak dengan merekam siaran penyiar-penyiar panutan saya. Alhamdulillah, saya makin ngeh dengan tehnik penulisan skrip, penguasaan microphone, cara bertutur dan metode napas perut--pelajaran yang saya benci!—karena senam penyiar itu gerakannya mirip orang gila. Misalnya mengerutkan raut muka (sekerut2nya!) dan dilanjutkan dengan melebarkan raut muka (selebar2nya!). atau berbicara lantang A,I,U,E,O agar artikulasi bisa lebih jelas.
Profesi announcer tidak saja harus tampak dijalankan, akan tetapi harus juga dipercaya!
Setahun kemudian (1995) saya meraih prestasi tertinggi dalam karier dunia announcer, dengan meriah prestasi Juara I sekaligus Juara Favorit pada Kejurnas Penyiar Radio di Jakarta! Melihat lawan-lawan saat itu saya sempat merasa minder dengan peserta dari Jakarta. Misalnya Sigit—penyiar Suara Kejayaan—yang membawa suporter Ulfa Dwiyanthi. Sementara itu Radio ARH FM mengutus Andre dengan ulasan tentang musik acid jazz, yang (jujur saja) saya baru ngeh dengan aliran musik itu dua tahun kemudian! Rasa “desperado” saya makin komplit saat menghadapi lawan (sekarang malah jadi kawan!) dari radio Prambors yang mengutus Fla Priscilla & Daddo Parus. Gosh!!!
RADIO & TV – The Everly Brothers (1965), Video Killed The RADIO Star – Bruce Woolley (1979), RADIO Gaga – QUEEN (1984), RADIO Romance – TIFFANY (1987), Russian RADIO – CCCR (1988), Nothing But The RADIO On – DAVE KOZ (1991), RADIO Song – REM (1991) , RADIO - The Corrs (2000), RADIO – Robbie Williams (2004).
Akhirnya saya nyadar, para dewan juri—Iwan Haryono, Andi Rustam (yang dulu pernah jadi mentor di diklat itu) juga Tono Sebastian (dubber suara termahal)—pasti bakal memberi nilai plus buat peserta yang tidak hanya mengandalkan suara sexy saja. Berangkat dari kesadaran itulah saya terpikirkan untuk berbuat sesuatu yang nyeleneh! Di babak semi final saya membawa telpon plastik mainan yang saya pakai diatas panggung, seolah-olah sedang membawa acara kuis diradio. Lain lagi di babak final, saya memutar lagu klasik If You Not Here By My Side-nya Menudo sambil lypsinc. Semua orang heboh waktu saya mengambil bantal guling—yang sudah saya persiapkan sebelumnya dalam tas—dan menjadikan bantal guling itu sebagai teman saya untuk berslow dance!!!
Saat ini semua orang dapat berbicara, tetapi hanya sedikit yang dapat berpikir!
Masih hangat diingatan ini saya berhasil mengalahkan semuanya dengan pemenang juara II direbut Andre (ARH FM Jakarta) & juara III ditempati Fla dari Prambors Jakarta. Setelah itu saya nongol diacara berita RCTI dan menjadi co-host menemani Tamara Geraldine diacara KLIP Indosiar.. belum lagi dalam siaran berita Varia Nusantara—yang dizaman orba lalu wajib relay hehehe—peristiwa bersejarah itu diulas yang membuat warga Surabaya bangga (ehm!).
Dengan kemenangan itu saya menerima hadiah luar biasa dari stasion radio saya waktu itu (EBSFM Surabaya). Kebetulan dua bulan berikutnya saya berulang tahun ke 21, maka dibuatlah acara ultah terbesar di Surabaya bernama “Tony’s 21 Party Time” di Studio East Disco Theatre yg disponsori salah satu perusahaan radio panggil. Tiketnya dijual dan ludes sebanyak 1500 orang! Hihihi geli juga mengingat waktu itu acara ultah saya sempat dibuatkan spot promo yang ditayangkan diradio secara gencar!
Banyak bertanya, “penyiar ini orangnya keren nggak sih?”. Tapi jarang yang bertanya, “penyiar ini siarannya bermanfaat nggak?”.
Oktober 1997 saya hijrah ke Radio Prambors Jakarta. Merupakan suatu peristiwa “kebetulan” yang jarang terjadi, karena saya siaran pertama kali di Jakarta bertepatan dengan hari ultah saya 14 Oktober! Dari acara Morning Show (bareng Arie Aryono & Becky Tumewu), saya “ditantang” siaran solo di Afternoon Show. Whaaat? Saya bukannya bangga malah ngerasa beban karena acara itu telah lengket dengan image Angga & Irfan, yang notabene duo favorit kawula muda Jakarta waktu itu. Sehari sebelum on air, saya stres dan susah tidur memutar otak apa yang harus saya lakukan besok? Akhirnya (dengan gambling!) saya menyodorkan topik yang agak ekstrim tentang… kematian dan itu BERHASIL! Di siaran perdana itu saya berhasil menggelar topik tentang kematian, yg mampu membuat salah satu penelpon menangis saat on air karena menceritakan adiknya yang meninggal karena putauw!
Setelah itu saya dipercaya jadi host diacara Ini Yang Kamu Mau dengan sponsor utama Sprite yang ditayangkan di lima kota. Dan acara itu masih eksis sampai 5 taon kemudian.
Siaran itu seperti belajar naik sepeda. Terus melaju atau…. jatuh?
Profesi “ngoceh” saya berlanjut terus yang mengantarkan saya menjadi penyiar Morning Show di Radio OZFM Bandung (1999). Sempat juga saya menjadi Programme Director disitu (meskipun sebulan) karena mengisi posisi PD yang lagi kosong setelah ditinggal Daniel Tumiwa ke MTV.
Mungkin peruntungan nasib saya memang di Surabaya, karena ditahun yang sama saya balik kandang dan siaran (lagi lagi Morning Show!) di Istara FM. Sekarang saya siaran sore di DJFM Surabaya karena bosan selalu jadi “pria pagi” hehehehe. Nama acaranya Freaky Funky Show. Entahlah, setelah ini kemana lagi kakiku akan melangkah... yang pasti saya tetap mencintai dunia broadcasting karena menurut saya radio adalah keajaiban dunia ke-8!!!
Genius announcer is the ability to reduce the complicated things to the simply things!